Hari ini saya iseng mencari merk merk sirup yang dipasarkan di Indonesia. Saya tertarik pada sirup Sarang Sari. Karena saya angkatan remaja saat ini, saya tidak begitu mengenal merk ini. Padahal lokasi pabriknya dekat dengan rumah saya, yaitu di Jl Raya Bogor Km 37, No 27, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Cikal bakal sirup ini dimulai dari De Wed Bijlsma, pengusaha asal Groningen, Belanda, yang mendirikan NV Conservenbedrijf de Friesche Boerin pada 1934.

Ketika Presiden Soekarno menasionalisasi perusahaan asing pada 1959, pabrik di Jalan Cikini Raya 77, Jakarta, itu diambil alih keluarga Gunawan. Merek De Friesche Boerin diubah menjadi Sarang Sari. Wajah lelaki Belanda yang semula menghiasi kemasan berganti dengan gambar perempuan penari Bali.
Pada 1981, Sarang Sari dijual ke Rahmat Semedi. Pada masa itu sirup sedang laris di Tanah Air. Persaingan pun belum terlalu ketat karena hanya ada empat merek besar: Sirup Bango, ABC, Marjan, dan Sarang Sari. Bisnis berkembang pesat, Sarang Sari pun memindahkan pabriknya ke Cimanggis, Depok, dan memproduksi hingga satu juta botol per tahun.
Sayangnya, sejak 1990-an, popularitas sirup meredup dengan munculnya minuman berkarbonat dan jus dalam kemasan tetrapack. Produksi Sarang Sari kini tinggal 240 ribu botol per tahun. Jumlah karyawan pun menyusut dari 100 menjadi hanya 61 orang di pabrik dan 12 orang di kantor.
Sangat disayangkan. Sirup ini (katanya) memiliki kualitas tinggi dan rasanya enak sekali karena sang produsen mempertahankan resep sirupnya menggunakan gula tebu asli. Sarang sari memiliki rasa yang khas yang tidak dimiliki sirup lain dan tidak menimbulkan batuk ketika dikonsumsi. (katanya) sirup sarang sari ini menjadi rekomendasi untuk dikonsumsi oleh penderita tifus dan hepatitis A (wah, wah lg marak nih penyakit tersebut) sebab sirup ini dipercaya aman untuk dikonsumsi.
Sirup ini masih mempertahankan bahan baku berupa gula tebu asli dan bahan bahan alami indonesia. Namun harga gula yang terus naik dipasaran membuat produksi sirup ini terengah-engah. Jika harga gula sudah terlalu tinggi maka produksi sirup ini dihentikan sementara. Pertahun hanya 240 ribu botol sirup yang diproduksi. Harga sirup sarang sari dari pabrik 23 ribu rupiah -dan jika sampai di supermarket menjadi 27 ribu rupiah. Agaknya faktor harga yang terlalu tinggi membuat banyak calon pembeli beralih ke produk lain yang harganya cenderung murah, ada yang dibawah 10 ribu rupiah.
Demikian curhatan saya yang saya tulis sambil makan nasi sambel goreng ati pete. Doh, jadi kepengen menyeruput sirup ini mudah-mudahan akhri pekan ini kesampaian. Oh y, saya bukan sales dari PT ini dan tidak dibayar apa pun dan oleh siapa pun. Jika ingin melihat tulisan tentang sirup sarang sari yang (jauh) lebih menarik daripada saya bisa mengunjungi blognya kristiagie.